Garuda Kembali Berduka

Supporter setia Timnas Indonesia saat di Bukit Jalil. (goal.com)
Wajah persepakbolaan Indonesia bertambah buruk, setidaknya bagi saya dan sebagian pecinta sepakbola nasional. Betapa tidak, dualisme yang terjadi saja sudah cukup membuat malu, terlebih lagi prestasi yang tak kunjung datang. Sekarang kita benar-benar mempermalukan diri sendiri setelah kepergian Diego Mendieta yang meninggalkan berjuta kisah pilu Liga Indonesia.

Indonesia bukan lagi Macan Asia, kurang lebih begitulah yang terlihat. Sempat jadi Macan Asia dan menjadi wakil Asia pertama di Piala Dunia 1938 di Perancis, Indonesia kini bak Macan tambun yang tak dapat berbuat banyak. Jangan marah bila saya umpamakan seperti itu, anda lihat sendiri bukti nyatanya. Jangan sok suci, saya juga pecinta sepakbola Indonesia, tapi apa yang terjadi jangan ditutup-tutupi. Beginilah sepakbola kita, baik buruknya semua kita ungkap, supaya jadi pelajaran untuk kedepan.

Timnas kita sedang dilanda kisruh tak berkesudahan dan entah sampai kapan baru selesai. Dualisme ibarat penyakit kanker yang telah menaun di tubuh persekabolaan kita. Ditambah komplikasi penyakit-penyakit lain seperti penunggakan gaji pemain serta prestasi yang tak kunjung datang menambah daftar penjang penyakit sepakbola kita yang lama kelamaan akan semakin menjalar ke hal yang tak diinginkan, di ban oleh FIFA.

Andik dan Rasyid melakukan selebrasi. (goal.com)
Jika itu terjadi maka persepakbolaan kita akan 'Mati Suri', untuk berapa lama saya juga tak tahu pasti. Tapi jika berkaca dari ban yang pernah diberikan kepada Brunei Darussalam dan Nigeria yang dibekukan selama dua tahun, maka kemungkinan PSSI juga akan di ban kurang lebih selama itu. Namun permasalahannya berbeda, Brunei dan Nigeria dibekukan karena campur tangan pemerintah ditubuh organisasi sepakbola mereka, tak seperti dualisme yang terjadi di sepakbola kita.

Entahlah, semua kembali ke tangan bapak-bapak di Joint Committee yang diberi mandat mengharmonisasikan PSSI dan KPSI. Jadi atau tidaknya PSSI di ban oleh FIFA yang pasti jika itu terjadi akan melumpuhkan semua aspek sepakbola nasional, dari liga, kurangnya minat pemain asing, sampai Timnas kita yang tak dapat berpartisipasi di AFF Cup, kualifikasi Piala Asia, dan pertandingan internasional lainnya termasuk laga persahabatan.

Jelas ini akan merugikan keduabelah pihak, baik PSSI dan KPSI. Jadi apa untungnya dualisme? Entahlah, lagi-lagi saya tak bisa jawab. Hanya bapak-bapak disana yang bisa.


Prestasi Menjauh
Indonesia untuk kedua kalinya gagal lolos fase grup AFF Cup 2012, kali ini lebih 'spesial' karena bermain di Bukit Jalil dan harus kalah dari empunya rumah, sekaligus musuh bebuyutan, Malaysia.

Kembali, kita dihadapkan pada kegalauan karena lagi-lagi Timnas harus kalah dari Malaysia. Padahal dipertandingan sebelumnya Timnas berhasil mematahkan kutukan 16 tahun, menang atas Singapura. Walaupun dipertandingan pertama fase grup kita kembali mematahkan sejarah, bermain imbang dengan tim satu level dibawah kita, yang sering kita jadikan lumbung gol, Laos.

Tapi jangan sampai dukungan untuk Timnas berkurang, karena mereka tak membawa nama Djohar Arifin atau La Nyalla, tetapi Indonesia dengan lambang Garuda di dada!

Andik dan Raphael Maitimo saat latihan Timnas. (jpnn)
Terlepas dari itu semua, tak elok kiranya kita masih menyalahkan pemain dan pelatih. Karena kesalahan terbesar bobroknya kualitas sepakbola maupun Timnas adalah milik PSSI dan KPSI. Maaf buat pendukung PSSI dan KPSI, tapi itulah yang saya lihat.

Mungkin sebagian mengatakan bahwa PSSI yang benar dan sebagian lagi KPSI yang benar, tentu kita dapat berdebat tentang ini sepanjang malam tapi bukan itu yang kita cari. Penyelesaian dan persatuanlah yang terpenting demi kemajuan sepakbola kita.

Berkali-kali saya bilang di postingan-postingan sebelumnya, bahwa dualisme tak menghasilkan apapun bahkan merosotnya prestasi. Apa sih susahnya musyawarah dan gotong royong? Joint Committee dibuat untuk itu, jika tak dimanfaatkan maka kerugian bagi kita semua.

KPSI menginginkan Alfred Riedl jadi pelatih kepala, PSSI ingin Nil Maizar. PSSI ingin 24 klub, KPSI ingin 18. Mengapa masih diperdebatkan? Lalu, apa fungsi Joint Committee, pak?


Duka Diego Mendieta, duka kita semua
Satu lagi pemain jadi korban dualisme sepakbola kita, kali ini bukan pemain Timnas yang jadi korban, melainkan Diego Mendieta. Mantan pemain Persis Solo berpaspor Paraguay itu meninggal lantaran penyakit yang dideritanya, pasalnya bukan itu masalah utamanya. Pemain bernomor punggun 33 di Persis Solo itu tak dapat berobat lantaran gaji yang belum dibayarkan oleh klub, miris sekali.

Diego Mendieta. (super soccer)
Jujur, saya sedih mendengarnya. Walaupun bukan pendukung Persis Solo tapi saya turut bersedih, sangat sangat bersedih. Bukan karena kasus ini menambah buruk citra sepakbola kita, tapi karena seorang pemain sepakbola luar negeri yang mencari nafkah di Indonesia meninggal karena masalah penunggakan gaji.

Miris. Apa lagi setelah mendengar bahwa mendiang Diego Mendieta memiliki seorang istri dan tiga orang anak. Apa yang akan kita katakan kepada mereka? Sang tulang punggung keluarga telah tiada, meninggal di negeri orang karena tak dapat berobat sebab gaji belum dibayar.

Saya malu, sebagai warga negara Indonesia harus saya katakan demikian. Andai saja... Ah, sudahlah. Diego Mendieta telah tiada, tak patut lagi kita berandai-andai menyelamatkan beliau. Semua telah berlalu, kawan.

Jangan sampai ada pemain-pemain lain yang gajinya baru dilunasi setelah berjuang dengan penyakit lalu meninggal. Cukuplah, cukup Diego saja. Jangan ditambah pemain lain.

Bayar saja gajinya yang ditunggak selama berbulan-bulan itu, ditambah uang pesangon dan jika klub merasa bersalah berilah tambahan untuk keluarga di Paraguay sana. Mereka tak lagi punya tulang punggung, bagaimana jika itu terjadi kepada kita? Seharusnya pihak terkait lebih peka.

Semoga saja, saya harap demikian. Dan jangan lupa permohonan maaf kepada keluarga, federasi maupun negara Paraguay, karena kita tak dapat menjaga warga negaranya dengan baik.

Diego Mendieta, lahir Paraguay, 13 Juni 1980. Meninggal Solo, Indonesia 3 Desember 2012.
Selamat jalan, Diego.

Diego Mendieta melakukan selebrasi usai mencetak gol
saat berkostum Persis Solo. (super soccer)



Follow twitter: @canpratama

Garuda, Kami Bersamamu!

Pemain Timnas terlihat kecewa hanya bermain imbang kontra Laos. (Viva.co.id)

Menang ataupun kalah, gagal lolos fase grup atau jadi runner-up tak jadi masalah, setidaknya bagi saya. Lakukanlah, Garuda. Lakukan yang terbaik untuk bangsa dan negara. Apapun hasilnya, kami selalu ada untuk mendukungmu!

Hasil kurang mengembirakan didapat Timnas kala berjumpa Laos pada matchday 1 Grup B AFF Cup 2012, Indonesia hanya bermain imbang 2-2 dari Laos. Bahkan Timnas sempat tertinggal dua kali dari Laos, pertama saat kiper Endra Pras di kartu merah setelah dianggap melakukan pelanggaran atas Vilayout Sayyabounsou di kotak terlarang dan penalti diberikan untuk Laos, Khampheng Sayavutthi berhasil melakukan tugasnya dengan baik. Indonesia 0, Laos 1.

Beruntung Indonesia memiliki Raphael Maitimo, pemain kelahiran Rotterdam, Belanda ini berhasil menyamakan kedudukan pada menit ke-43 melalui heading sempurna tepat ke jala gawang Laos. Indonesia 1, Laos 1. Indonesia kembali dikejutkan oleh Laos, pada menit ke-79 Laos berhasil unggul kembali melalui Keoviengphet Liththideth, pemain Ezra FC itu berhasil mengecoh lini belakang Indonesia. Indonesia tertinggal 1-2 sampai di menit 89, pemain pengganti Vendry Mofu berhasil menyelamatkan muka Indonesia setelah bola rebound hasil tendangan Andik berhasil dimasukkan kedalam gawang Laos. Sampai peluit panjang dibunyikan skor imbang 2-2, Indonesia harus puas berbagi angka dengan Laos, tim yang mereka kalahkan 6-0 dua tahun lalu itu.

Raphael Maitimo melakukan selebrasi
 usai membobol gawang Laos. (Google.co.id)


Dukung aja kok repot?
Huh, hasil buruk ya? Kecewa? Ya, begitu pula saya. Sama seperti anda yang menginginkan Timnas kita bermain apik dan memetik kemenangan. Walau hasil di matchday 1 kurang memuaskan bukan berarti kita harus berhenti mendukung Timnas di pertandingan selanjutnya. Justru dukungan dan doa kita dibutuhkan oleh mereka yang berjuang atas nama bangsa dan negara. Bukan main-main, mereka membawa lambang Garuda di dada. Lambang yang berisi ideologi bangsa kita, Pancasila. Bukankah seharusnya kita mendukung mereka?


Perjuangan Timnas di ajang AFF kali ini memang tak mudah, dituntut juara dengan materi pemain yang kurang jam terbang, ditambah pemain cedera dan hukuman larangan bermain membuat semua terasa semakin sulit. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula, kata orang Indonesia. Saya pribadi tetap optimis, selalu optimis terhadap peluang Timnas. Walaupun tak sedikit yang mencibir Timnas karena permaian yang bisa dibilang buruk karena tak sesuai harapan. Saya pribadi menganggap supporter sejati Timnas seharusnya mendukung Timnas dimanapun dan kapanpun, serta walau di isi pemain dari kompetisi manapun. Setuju?

Saya juga kecewa dengan hasil buruk yang didapat Timnas semenjak era Djohar Arifin, kalah 10-0 dari Bahrain, menang tipis atas Timor Leste, dan yang terbaru bermain imbang 2-2 atas tim yang sering kita jadikan lumbung gol, Laos.

Saya pun mengerti perasaan orang-orang yang menghina dan menghujat Timnas.
Tapi, tak bisakah anda-anda mendukung saja? Bukankah tak sulit mendukung dan mendoakan?

Bukan bermaksud sok tahu atau sok nasionalis, tapi mendukung Timnas adalah sama wajibnya dengan mempertahankan martabat bangsa, menurut saya. Itu keputusan final yang tak dapat diganggu gugat, kehormatan dan martabat bangsa!

Mendukung Timnas PSSI yang resmi diakui oleh FIFA dan AFC bukan berarti mendukung kebijakan-kebijakan kontroversi Djohar Arifin dkk. Tidak, tidak sama sekali! Saya masih berpikir, kok bisa masih ada supporter yang mendukung pihak tertentu? Bukankah PSSI didirikan demi persatuan? Itu cita-cita pendiri PSSI, pak Soeratin.

Saya tidak ingin menempatkan diri saya, apalagi tulisan saya sebagai dukungan kepada pihak-pihak tertentu. Kita tahu masalah dualisme ini membuat sepakbola kita tidak lagi sehat. Dan mau tak mau kita harus kembali pada dasar jati diri bangsa, yaitu Gotong royong dan Musyawarah. Jangan sampai kita lupa siapa diri kita!

PSSI pimpinan Djohar Arifin dan KPSI pimpinan La Nyalla bisa menjadikan sepakbola Indonesia lebih berkembang. Contohnya saja begini, PSSI Djohar ingin membangun liga yang bersih dan tanpa bantuan APBD, ini bagus bila di sokong oleh pihak La Nyalla. Sedangkan KPSI La Nyalla memiliki liga dan pemain berpengalaman. Bila ini terjadi, Indonesia dapat memiliki liga yang terstruktur dan bersih serta pemain yang berkualitas pula di setiap jenjang Timnas maupun klub. Intinya Gotong royong dan Musyawarah, itu!

Greg Nwokolo (kiri) dan Victor Igbonefo (11).
Dua pemain naturalisasi asal Nigeria. (Google.co.id)

Tapi saya tak ingin berandai-andai terlalu jauh. Saya juga tak ingin berandai-andai para pemain-pemain bertalenta macam Boas, Syamsir Alam, Ahmad Bustomi, Tibo bisa bersanding dengan Okto, Andik, Irfan Bachdim, Rasyid. Serta pemain naturalisasi macam Greg Nwokolo, Victor Igbonefo, Diego Michiels, Raphael Maitimo dan Stefano Lilipaly dan pemain-pemain bertalenta lain.

Karena saya dan anda-anda semua dan juga para pemain pasti menginginkan langkah konkret persatuan di tubuh PSSI, bukan cuma wacana dan wacana yang selalu berakhir pada deadlock!

Ya, dualisme sedang terjadi. Ya, Timnas kita ada dua, satu bentukan PSSI dan satunya bentukan KPSI. Ya, pemain kita tak sepenuhnya berpengalaman. So what? Dukung aja kok repot?




Follow twitter: @canpratama

Badai di Tubuh Garuda

Hasil minor yang didapat Timnas saat perjumpa Laos di pertandingan perdana Grup B AFF Suzuki Cup mematahkan semua prediksi yang beredar sebelum pertandingan dimulai. Sebelumnya Indonesia diprediksi akan dengan mudah menumbangkan Laos dengan skor besar, nyatanya tak semudah itu.


Andik Vermansyah melewati pemain belakang Laos. (Goal.com)

Pertandingan perdana Timnas tak semulus yang diperkirakan banyak orang. Bagaimana tidak, sebelumnya Indonesia selalu menang atas Laos dengan skor telak. Bahkan prediksi Rio Ferdinand pun terpatahkan, di akun twitter pribadinya @rioferdy5 pemain belakang andalan Manchester United itu memprediksi Indonesia menang mudah atas Laos dengan skor 5-0. Tapi apa daya, Rio bukanlah Paul si Octopus yang tenar setelah beberapa prediksinya di Piala Dunia 2010 lalu berhasil terbukti.

Prediksi Rio Ferdinand yang tak terbukti. (Koleksi Pribadi)

Di AFF Cup edisi 2012 ini Laos berhasil menahan imbang Indonesia, sang juara tanpa mahkota. Ini memperlihatkan bahwa kekuatan seluruh tim di ASEAN mulai merata. Mulai dari Filipina yang menjelma menjadi salah satu kekuatan sepakbola ASEAN, lalu ada Timor Leste yang mulai membangun sepakbola-nya dengan pemain naturalisasi dari Brazil dan Portugal, lalu ada Brunei yang menjuarai Hassanal Bolkiah Trophy di awal tahun ini mengalahkan Indonesia dipartai puncak. Tren ini jelas menunjukkan ketiga tim lemah diatas mulai membangun kekuatan sepakbola mereka, sebagian dengan pemain keturunan, kecuali Brunei yang menggunakan talenta lokal.

Kini muncul pula Laos yang berhasil menahan imbang Indonesia 2-2 di partai pembuka Grup B, walaupun tak bisa kita kesampingkan bahwa Indonesia kini turun tidak dengan komposisi terbaik mereka karena kisruh sepakbola yang entah kapan berakhir. 

Raphael Maitimo melakukan selebrasi setelah
mencetak gol ke gawang Laos. (Goal.com)

Kini Indonesia harus melupakan hasil 'buruk' di laga pembuka, seperti kata Bepe bahwa partai pembuka tak pernah mudah. Indonesia harus segera menemukan solusi didalam krisis, ya, karena selanjutnya Indonesia akan melawan tiga kali juara AFF Cup yaitu Singapura tiga hari lagi (28/11) dan Malaysia 1 Desember mendatang. Memang tak mudah disaat kondisi tak kondusif seperti sekarang coach Nil dituntut menampilkan permainan terbaik, tentu Indonesia tak mau kejadian pada 2007 terulang kembali. Saat itu Timnas gagal lolos dari fase grup karena kalah selisih gol dari Singapura dan Vietnam yang sama-sama meraih poin 5, dan Singapura menjadi juara grup. Di laga pertama saat itu Indonesia juga bertemu Laos di partai pembuka, Indonesia menang 3-1.

Badai masalah yang menerpa skuad Garuda benar-benar membuat pekerjaan coach Nil Maizar menjadi lebih sulit, bagaimana tidak, pemain ISL yang dipanggil sempat dilarang klub tempat mereka mencari nafkah untuk bergabung bersama Timnas, walau diakhir2 keberangkatan Timnas ke Malaysia pemain-pemain ISL yang dipanggil sudah diperbolehkan bergabung. Tapi apa daya, skuad telah terbentuk, tak mungkin menyingkirkan pemain yang telah lama berlatih dengan pemain yang bahkan belum klop dengan intruksi pelatih. 

Diego Michiels (Okezone.com)
Kemudian kasus pemukulan yang diduga dilakukan oleh Diego Michiels membuat bek kiri kelahiran Deventer, Belanda itu tak dapat membela Merah Putih di ajang AFF Cup kali ini. Berarti Diego belum pernah sekalipun memperkuat Indonesia di ajang AFF Cup.

Sehari berselang setelah tiba di KL Timnas kembali diterpa badai, Jhonny van Beukering dan Okto Maniani menderita cedera ringan saat latihan. Meski begitu Okto dapat bertanding karena cedera yang dialaminya tak begitu serius. Jhon van Beukering malah tak diturunkan oleh coach Nil pada pertandingan perdana lawan Laos malam tadi (25/11), mungkinkah cedera JVB begitu parah? 

Selanjutnya badai masih belum selesai menerpa Timnas, kali ini tak ada pemain yang ditangkap polisi atau cedera. Kali ini Endra Prasetya, kiper utama Timnas yang menjadi 'tumbal'. Sebetulnya Endra sempat bermain apik sebelum wasit Lam Ng Kai‎ mengusirnya pada menit ke-26, kini Indonesia hanya menyisakan satu kiper, Wahyu Tri Nugroho. Pertanyaannya, masihkah badai masalah menerpa Timnas? Atau badai telah berlalu dan Dewi Fortuna kini menghamipiri? Semoga saja.


Follow twitter: @canpratama

Kampungnya Artis KW

Gambar 1 — Screenshot profil Bill Feruson, si Mr. Bean KW

Kontroversi Mr. Bean palsu yang marak akhir-akhir ini membuat beberapa penonton film 'Mr. Bean Kesurupan Depe' menjadi kecewa karena yang tampil di film tersebut bukanlah Mr. Bean asli (Rowan Atkinson), melainkan Mr. Bean KW alias palsu!

Ayo, Bersahabat Dengan Badak Jawa!

Badak Jawa atau biasa disebut Badak Bercula Satu (Rhinoceros sondaicus) adalah salah satu spesies badak yang sangat langka dan termasuk dalam kategori Critically Endangered atau kategori terancam punah. Badak Jawa kini hanya ada di daerah Jawa, dan kini populasinya tak lebih dari 50 ekor saja di Taman Nasional Ujung Kulon yang terletak di provinsi Banten (dulu termasuk provinsi Jawa Barat).

Populasi Badak Jawa atau Badak Bercula Satu ini mulai berkurang sejak maraknya perburuan untuk diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap. Berkurangnya populasi badak ini juga disebabkan karena kehilangan habitat aslinya, yang mulai tergusur oleh adanya pembangunan diwilayah populasi yang tidak dibarengi dengan kesadaran akan populasi Badak Bercula Satu yang hampir punah tersebut.


Gambar 1 — Foto Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). (sumber: WWF Indonesia)

Maka, disinilah peran kita sebagai orang-orang yang peduli untuk men-Dukung Pelestarian Badak Jawa. Jika tidak, maka diperkirakan dalam 50 tahun kedepan anak cucu kita kelak hanya bisa melihat Badak Jawa dari foto dan rekaman video saja. Miris sekali bukan?

Berikut beberapa informasi yang saya dapat dari situs WWF Indonesia tentang Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus):

Populasi dan Distribusi Badak Jawa
Badak Jawa pernah hidup di hampir semua gunung-gunung di Jawa Barat, diantaranya berada hingga diatas ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut. Pada tahun 1960-an, diperkirakan sekitar 20 sd 30 ekor badak saja tersisa di TN Ujung Kulon. Populasinya meningkat hingga dua kali lipat pada tahun 1967 hingga 1978 setelah upaya perlindungan dilakukan dengan ketat, sebagian dilakukan dengan dukungan dari WWF-Indonesia. Sejak akhir tahun 1970-an, jumlah populasi Badak Jawa tampaknya stabil. WWF-Indonesia memperkirakan populasi Badak Jawa di Ujung Kulon berada dalam kisaran 29 - 47 individu dengan nilai rata-rata 32 ekor (data tahun 2009-2010) yang kemudian dilanjutkan oleh Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) di tahun 2011 dengan, informasi perkiraan populasi Badak Jawa pada bulan Feb-Nov 2011, jumlah populasi perkiraan 35 individu, hasil dari kamera jebak yang telah teridentifikasi terdiri dari 22 individu Jantan, 13 Individu Betina dan 4 individu anak Badak terdiri dari 3 Jantan dan 1 Betina.


Gambar 2 — Peta persebaran Badak Jawa. (sumber: Wikipedia)

Ciri-ciri Fisik Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus)
●Umumnya memiliki warna tubuh abu-abu kehitam-hitaman.
●Hanya memiliki satu cula, dengan panjang sekitar 25 cm namun ada kemungkinan tidak tumbuh atau sangat kecil sekali pada betina.
●Berat badan seekor Badak Jawa dapat mencapai 900 - 2300 kg dengan panjang tubuh sekitar 2 - 4 m.
●Tingginya bisa mencapai hampir 1,7 m.
●Kulitnya memiliki semacam lipatan sehingga tampak seperti memakai tameng baja.
●Memiliki rupa mirip dengan badak India namun tubuh dan kepalanya lebih kecil dengan jumlah lipatan lebih sedikit.
●Bibir atas lebih menonjol sehingga bisa digunakan untuk meraih makanan dan memasukannya ke dalam mulut.
●Badak termasuk jenis pemalu dan soliter (penyendiri).


Dengan men-Dukung Pelestarian Badak Jawa berarti kita juga mendukung pelestarian fauna asli Indonesia, karena populasinya kini hanya ada di Indonesia, tepatnya di Taman Nasional Ujung Kulon.


Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dulu pernah menjadi badak yang tersebar di Asia, meskipun namanya Badak Jawa tapi dahulu populasinya tidak hanya sebatas di daerah Jawa saja. Di seluruh Asia Tenggara, India dan Tiongkok juga pernah jadi populasi Badak Jawa, tapi kini Badak Jawa hanya ada di Indonesia, yaitu Taman Nasional Ujung Kulon.

Sangat disayangkan jika populasi hewan langka yang satu ini menjadi musnah, berarti bertambah satu lagi spesies hewan yang telah punah dimuka bumi ini. Semoga hal ini tidak akan pernah terjadi. Ayo, bersahabat dengan Badak Jawa. Mari Dukung Pelestarian Badak Jawa.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.



KEEP IN TOUCH

Followers

Tahukah kamu blog ini ada karena peran AdSense atau iklan?

Tolong matikan Adblock kamu khusus di blog ini jika kamu menghargai tulisan Saya.

Terima kasih! ^^

×